BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tazkiyatun Nafsi merupakan hal yang penting yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, sudah
sepatutnya kita teladani dan kita amalkan. diskusi ini akan menjelaskan secara singkat
apa yang dimaksud dengan Tazkiyatun Nafsi itu. Diskusi akan membahas pngertian, sarana
Tazkiyatun Nafsi, dan hasil dari Tazkiyatun Nafsi.
Padahakikatnya tazkiyatun nafs adalah
pembersihan diri dari kotoran hati. Seperti do’a Nabi Ibrahim As untuk anak cucunya
dalam QS. Al-Baqarah: 129
Yang artinya: 129. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka al- Kitab (al- Quran) dan al- Hikmah (As-Sunnah)
serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana.[1]
Jelas bahwa
tazkiyatun nafs termasuk misi para rosul, kepada orang-orang yang bertaqwa, dan
menentukan keselamatan atau kecelakaan disisi Allah. Tazkiyahhati dan jiwahanya
bisa dicapaidengan ibadah dan amal perbuatantertentu. Tazkiyatunnfs yang
membedakan antara manusia dan hewan. Karenatazkiyatunnafs adalah kesucian jiwa
seseorang dari syahwat yang merugikan dirinya sendiri.
Untuklebihjelasnya,
akan kami bahaspadababselanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah tazkiyatun nafs itu?
2. Apakah sarana tazkiyatun nafs itu?
3. Apakah tujuan tazkiyatun nafsitu?
4. Apakah asil tazkiyatun nafs itu?
C. Tujuan
Agar kita tahu apa itu tazkiyatun nafs
untuk kehidupan spiritual kita, Karena dengan kita mengamalkannya hidup kita akan
lebih bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.Dan juga tahu
tentang berbagai sarana dalam membersihkan diri, dan tujuan dari kesucian jiwa
manusia berdampak baik atau tidak. Lalu hasil dari pembersihan diri itu seperti
apa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianTazkiyatunNafs
Secara etimologis punya dua makna,yaitu penyucian dan pertumbuhan. Secara
istilah, yaitu penyucian jiwa dari segala penyakit cacat, merealisasikan
berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma’ dan sifat Allah sebagai akhlaknya.
Jadi,
tazkiyatunnafs adalah pembebasan jiwa dari berbagai najis yang mengotorinya,
berbagai hawa nafsu yang keliru, berbagai perangai kebinatangan yang nista,
penentangan terhadap rubbubiyah, dan berbagai kegelapan.
B. SaranaTazkiyyah
Sarana tazkiyah adalah berbagai amalan yang berpengaruh baik terhadap
jiwa yang berpenyakit. Sarana ini akan menyembuhkan jiwa dari penyakit yang
berpengaruh buruk pada akhlak. Dalam sarana ini ada berbagai amalan yang berdampak positif, sehingga
dengan sarana tersebut jiwa terbebas dari penyakit atau mencapai maqam keimanan
atau akhlaq islami.
Sarana tersebut adalah:
1. Sholat
Sarana tertinggi dari rasa syukur pada Allah. Jika shalatnya
sempurna maka jiwa dan hati tersucikan. Shalat dapat mencegah perbuatan keji
dan munkar.
2. Zakat dan Infaq
Dapat membersihkan jiwa dari bakhil dan kikir. Menyadarkan manusia bahwa pemilik
harta yang sasungguhnya adalah Allah, dan semua akan kembali pada Allah Sang
Pemilik segalanya.
3. Puasa
Pembiasaan jiwa untuk mengendalikan syahwat dan kemaluan. Bukan hanya
sekedar menahan haus dan lapar dari terbit fajar sampai matahari tenggelam,
tapi juga mengekang hawa nafsu, dan melatih kesabaran dari keinginan nafsu
duniawi.
4. Dzikir dan Pikir
Dzikir dan pikir adalah pembuka hati manusia untuk menerima ayat-ayat Allah. Berbagai
dzikir dapat memperdalam iman dan tauhid di dalam hati,” ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. “Dengan demikian jiwa bisa mencapai
derajad tertinggi dari tazkiyyah.
5. Mengingat Kematian
Mengingat kematian agar manusia tidak ingin menjauh dari pintu Allah, sombong,
sewenang-wenang atau lalai, dengan begitu akan dapat mengendalikannya lagipada ‘ubudiyah-Nya dan menyadarkannya bahwa tidak memiliki daya sama sekali di hadapan Allah.
6. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hal
yang paling efektif untuk menanamkan kebaikan kedalam jiwa sebagaimana perintah melakukan kebaikan, dan menjauhkan jiwa dari keburukan sebagaimana larangandariNya.
C. TujuanTakiyatunNafs
1. Tathahhur (upaya penyucian diri)
Yaitu upaya
membersihkan jiwa mulai dari meninggalkan segala keburukan yang telah dilakukan
di masa lalu. Upaya ini dimulai dengan taubatan nashuha, yaitu taubat dan
berjanji tidak akan mengulangi lagi segala kesalahan yang telah dilakukan
seperti mengotori jiwa, dan hati. Misalnya, berdusta, khianat, mengingkari
janji, hasud, riya’, dan lain sebagainya. Dengan cara mengosongkan diri dari
segala perilaku buruk tersebut, jiwa akan terasa kosong dari penyakit-penyakit
hati tersebut.
2. Takhallaq (upaya menghiasi diri dengan akhlak al karimah)
Setelah seseorang berusaha
mensucikan diri dari perbuatan kotor pada jiwanya, maka dia harus berupaya
mengisi kekosongan jiwanya itu dengan berbagai kebaikan dan akhlak yang mulia
di mata Allah. Semua sifat buruk yang telah di buang diganti dengan sifat baik
seperti, jujur, amanah, tawakal, sabar, tawadhu’, dan masih banyak sifat lain
yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan untuk kehidupan di
dunia maupun di akhirat.
3. Tahaqquq (upaya merealisasikan
kedudukan-kedudukan mulia atau biasa disebut Maqomatul Qulub)
Upaya ini merupakan puncak
dari proses tazkiyatun nafs. Karena cara terakhir ini merupakan jalan untuk
mendekatkan diri pada Allah sedekat mungkin, sehingga ia akan memperoleh tempat
yang mulia disisi Allah. Cara ini tidak mudah, karena harus melewati berbagai
maqamat atau tingkatan dalam mendekatkan diri pada Allah.[2]
Tingkatan itu di tentukan melalui seberapa
besar usahanya untuk selalu dekat dengan Allah dengan keistiqomahannya. Untuk
istiqomah bukanlah hal yang mudah, karena itu perlu kesabaran dan ketabahan
yang luar biasa, dan hanya orang yang benar-benar kuat imannya dan telah
dipilih oleh Alloh yang bisa melewati segala godaan yang menghadangnya.
D. Hasil Dari
TazkiyatunNafs
Aktifitas-aktifitas tazkiyat yang dapat mencontoh
Rasulullah saw ini dapat menghasilkan buah-buah ‘amaliyah, buah-buah ini
disebut Tsamaratut-Tazkiyyah, yaitu :
1. Dhabtul-Lisan (lisan yang terkontrol)
Rasululloh menjadikan lurusnya
lisan sebagai syarat bagi lurusnya hati, dan menjadikan lurusnya hati sebagai
syarat lurusnya iman.
Rasulullah
SAW bersabda:
لا يستقيم
إيمان عبد حتى يستقيم قلبه ولا يستقيم حتى يستيم لسانه
Artinya
:
Keimanan seseorang hamba tidak akan
lurus sebelum lurus hatinya, dan hatinya tidak akan lurus sebelum lurus lisanya
(HR Anas bin Malik).
Selanjutnya
Rasulullah bersabda:
من كان
يؤمن باالله واليوم الأ خرفليقل خرأوليصمت
Artinya
:
Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau
diam.
Hadis
ini memuat perintah Rasulullah untuk berbicara yang baik-baik atau diam jika
pembicaraan itu tidak baik (tidak bermanfaat). Apabila perintah Rasulullah ini
dilaksanakan maka akan dapat memetik buah dari tazkiyah, yaitu seorang muslim dapat mengontrol lisanya sehingga ia
akan senantiasa terjaga lisanya dari perkataan tidak baik.
Membiasakan lisan untuk selalu
dzikrulloh daripada menyuarakan hal-hal yang tidak bermanfaat akan berakibat
kerasnya hati. Jika seseorang beriman kepada Allah dan hari akhir maka orang
tersebut akan selalu berkata yang baik dan bermanfaat, dan jika dia tidak bisa
berkata baik dan bermanfaat maka dia akan diam. Dengan begitu maka ia akan
dapat mengontrol lisannya untuk selalu berkata yang baik dan bermanfaat.
2. Iltizam bi adabil ‘ilaqat (komitmen dengan adab-adab pergaulan)
Ada 4 macam
klasifikasi manusia dalam pergaulan:
a.
Segolongan orang yang bergaul dengan
mereka ibarat mengkonsumsi makanan bergizi. Ia
dibutuhkan siang dan malam, jika orang lain membutuhkan maka mereka akan
mendatanginya. Dan jika urusannya selesai, maka mereka akan pergi, dan akan
kembali lagi jika mereka membutuhkannya lagi. Segolongan orang tersebut adalah
para ulama’, ahli ma’rifatullah, memahami perintah Allah, mengerti tipu daya
musuh-musuh Allah, dan memiliki ilmu tentang segala penyakit hati serta
obatnya. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Alloh, yang setia pada
Allah, kitabNya, rasulNya, dan seluruh makhluknya. Bergaul dengan mereka
merupakan suatu keberuntungan yang nyata.
b. Segolongan orang yang bergaul dengan mereka ibarat
mengkonsumsi obat. Ia di butuhkan saat sakit,
selama sehat tidak diperlukan bergaul dengan mereka. Mereka adalah para
profesional dalam urusan muamalat, bisnis, dan yang semisalnya. Bergaul dengan
mereka dapat melancarkan urusan ma’siyah kita.
c. Segolongan orang yang bergaul dengan mereka ibarat
mengkonsumsi penyakit.Yaitu orang-orang yang bisa
berdampak buruk bagi kehidupan seseorang. Orang-orang seperti itu tidak akan
membawa manfaat dunia maupun akhirat.
d. Segolongan orang yang bergaul dengan mereka adalah
kebinasaan total. Jika ada seseorang yang tak
sengaja mendatanginya pun sudah merupakan suatu kerugian. Mereka ibarat racun.
Golongan ini banyak sekali, mereka adalah ahli bid’ah dan kesesatan, penghalang
sunnah rasulullah penyeru pada perselisihan.
E. Pentingnya Tazkiyatun Nafs
[Penyucian Jiwa]
Pentingnya tazkiyatun nafs
tercermin dalam dalil-dalil berikut. Coba antum perhatikan dan renungkan
dalil-dalil berikut. oke?!
Dalil pertama. Hadits
Nabi shallallahu’alayhiwasallam:
(BUKHARI – 50) : Telah menceritakan
kepada kami Abu Nu’aim Telah menceritakan kepada kami Zakaria dari ‘Amir
berkata; aku mendengar An Nu’man bin Basyir berkata; aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Yang halal sudah jelas dan yang haram
juga sudah jelas. Namun diantara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang
tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menjauhi diri dari
yang syubhat berarti telah memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan
barangsiapa yang sampai jatuh (mengerjakan) pada perkara-perkara syubhat, sungguh
dia seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang
yang dikhawatirkan akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja
memiliki batasan, dan ketahuilah bahwa batasan larangan Allah di bumi-Nya
adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka
baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut.
Ketahuilah, ia adalah hati”.
Dalil kedua. Hadits
Nabi shallallahu’alayhiwasallam:
(IBNUMAJAH – 1883) : Telah menceritakan kepada
kami Bakr bin Khalaf Abu Bisyr berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid
bin Zurai’ berkata, telah menceritakan kepada kami Dawud bin Abu Hind berkata,
telah menceritakan kepadaku Amru bin Sa’id dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu
Abbas bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “al hamdulillah
nahmaduhuu wa nasta’iinuhu wa na’uudzu billahi min syuruuri
anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa man yahdihillahu falaa
mudlillalah wa man yudllilhu falaa haadialah wa asyhadu an laa ilaaha illa
allah wahdahuu laa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa
rasuuluhu, amma ba’du (segala puji bagi allah, kami memuji dan meminta tolong
kepada-nya. Kami
berlindung kepada allah dari keburukan jiwa dan amalan buruk
kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh allah tidak ada kesesatan baginya dan
barangsiapa diberi kesesatan oleh allah tidak akan ada petunjuk baginya. Aku
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain allah semata yang
tidak ada sekutu bagi-nya. Dan aku juga bersaksi bahwa muhammad adalah hamba
dan utusan-nya. Amma ba’du).”
Penjelasan: Pada doa ini Nabi
shallallahu’alayhiwasallam memohon perlindungan kepada Allah terhadap keburukan
jiwa beliau. Jika beliau yang ma’shum saja minta perlindungan kepada Allah dari
buruknya jiwa maka bagaimana lagi dengan kita yang tidak banyak salah dan lupa.
Firman Allah:
(yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. [Surat
Asy-Syu’ara: 88-89]
Faidah perkataan ‘ulama mengenai
“hati yang bersih” [qalbun salim]:
a. Ibnu Katsir
berkata: “Pada waktu itu tidak ada lagi ada yang berguna kecuali :
Ø keimanan
kepada Allah,
Ø keikhlasan
kepadaNya
Ø dan
berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya”.
b. Ibnu Sirin
berkata: “Hati yang bersih adalah hati yang meyakini:
Ø Allah
itu benar adanya
Ø Hari
kiamat benar adanya
Ø dan
Allah akan membangkitkan orang-orang yang berada dalam kubur”
c. Mujahid, Hasan Al-Bashri
dan lainnya berkata: “ Hati yang bersih dari syirik”
d. Sa’id
bin Musayyib berkata: “ Hati yang sehat itulah hati orang yang beriman
sebab hati orang kafir itulah hati yang sakit”
e. Abu
Utsman An-Naisabury berkata: “ Yaitu hati yang selamat dari bid’ah dan
merasa cukup dengan Sunnah” ( Lihat: Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat ini )
F. Tazkiyatun Nafs adalah Tugas Para
Rasul
Perhatikan dalil-dalil berikut:
Pertama, firman Allah:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang
buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan
Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata, [Al-Jumuu’ah:2]
Kedua, Firman Allah:
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan
nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. [Al-Baqarah: 151].
Faidah:
Syaikh ‘Abdurahman bin Nashir As-Sa’di
menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan “Mensucikan Akhlak dan Jiwa”
yakni:
Mendidiknya dengan akhlak yang baik
dan mensucikannya dari akhlak yang jelek, seperti:
a. Kesyirikan diganti jadi tauhid
b. Riya’ diganti jadi ikhlas
c. Kedustaan diganti jadi kejujuran
d. Khianat diganti jadi amanah
e. Congkak diganti jadi tawadhu’
[Lihat: Tafsir: Taisirul Karimur
Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan]
G. Keberuntungan Orang yang Menyucikan
Jiwanya
Perhatikan ayat-ayat
berikut. Firman Allah: Sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu [Asy-Syamsu: 9]
Berkata Ibnu Katsir:
“Beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya dengan cara taat kepada Allah dan
menyucikannya dari akhlak tercela”. [Lihat: Tafsir Ibnu Katsir]
Firman Allah: Sesungguhnya beruntunglah
orang yang membersihkan diri (dengan beriman) [Al-A’laa: 14]
Imam Ath-Thabari berkata: “Sesungguhnya
semua manfaat berpulang pada dirinya sendiri yaitu dia akan memperoleh ridha
Allah, kebahagaiaan jiwa, dan keselamatan dari siksa-Nya yang diperuntukkan
bagi orang kafir”. ( Lihat: Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabariy )
H. Sucinya Jiwa Seseorang di Bawah
Kehendak Allah
Perhatikanlah dua ayat
berikut: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?
Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya
dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. [An-Nisa: 49]
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang
mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh
mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun
dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu)
selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [An-Nuur: 21].
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tazkiyatun Nafsi sesuatu yang
membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran penyakit hati yang merupakan salah satu
misi utama para Rasul Allah.
2. Tajkiyah hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah
dan amal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai,
seperti shalat, infaq, puasa, haji, dzikir. Fikir, tilawah al-Qur’an dan
renungan. Maka dampak yang akan kits dapatkan adalah terealisirnya tauhid,
ikhlas, sabar, syukur dan santun.
3. Ada beberapa sarana dalam tazkiyah
yaitu : shalat, zakat dan infaq, puasa dzikir dan pikir, mengingat kematian,
dan amar ma’ruf nahi munkar.
4.
Adapun
hasilnya dari Tazkiyatun Nafsi :
lisan yang terkontrol dan komitmen adab-adab pergaulan.
tazkiyatun nafs
adalah pembebasan jiwa dari berbagai najis yang mengotorinya, berbagai hawa
nafsu yang keliru, berbagai perangai kebinatangan yang nista, penentangan
terhadab rubbubiyah, dan berbagai kegelapan.
Berbagai sarana tazkiyatun nafs adalah
sholat, zakat dan infaq, puasa, dzikir dan fikir, ingat akan kematian, dan yang
terakhir yaitu amar ma’ruf serta nahi munkar.
Kemudian tujuan dari tazkiyatun nafs
adalah mendekatkan diri pada Alloh agar kita mendapat ridhoNya dalam melakukan
berbagai ibadah, sehingga ibadah yang kita lakukan bermanfaat baik di dunia
maupun di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Khoiri, alwi, dkk. 2005. Akhlak
/ Tasawuf. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.
Nasution. 2005. Falsafat
dan Mistisisme dalam Islam.bulan bintang:Jakarta.
Imam al-Ghazali. Ihya’ Ulumu
al-Din, juz III. Mesir.
Al qur’an Digital.
Abu Nu’aim
Al-Atsari. 1422 H. Urgensi Penyucian Jiwa.
Majalah Al-Furqan Edisi 1 Tahun Pertama. Gresik. Halaman. 16-17.
Ibnu
Qayyim al-Jauziah dkk, Tazkiyatun Nufus,
Ter. Imtihan asy-Syaafi’l, solo: Pustaka Arafah, 2001
Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit.
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Medinah Munawwarah : Mujamma’ Khadim al-Haramain asy-Syafain
al-Malik Fahd li thiba’at al-Mushshaf asy-Syarif, 1971 (1412 H).
Pokja
Akademik. Akhlak Tasawuf. 2005.
Yogyakarta: Penerbit UIN Sunan Kalijaga.
http://moehamadie.blogspot.co.id/2012/03/makalah-tajkiyatun-nafsi.html
http://meriindryani.blogspot.co.id/2016/05/makalah-tazkiyatun-nafs.html
https://mukhtashar.wordpress.com/category/tazkiyatun-nufus/
[1] Al-Qur’an dan Terjemahnya, Medinah
Munawwarah : Mujamma’ Khadim
al-Haramain asy-Syafain al-Malik Fahd li thiba’at al-Mushshaf asy-Syarif, 1971
(1412 H), hal. 1064.
[2]
Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit. Hal. 469. Q.S Maryam ayat 59
[3]
Ibid., hal. 225. Q.S Al-Ankabut ayat 25.
[4]
Ibid., hal. 564. Q.S. Al-Lail ayat 18
[5]
Ibid., hal. 43. Q.S Al-Baqarah ayat 28.
[6]
Ibid., hal. 211. Q.S Anfal ayat 28.
[7]
Ibid., hal. 433. Q.S Ar-Rad ayat 28
[8]
Ibid., hal.285 Q.S A’raf ayat 185
[9]
Ibid., hal 282. Q.S. At-Taubah ayat 111
[10] Ibnu Qayyim al-Jauziah dkk, Tazkiyatun Nufus, Ter. Imtihan asy-Syaafi’l, solo: Pustaka Arafah,
2001, hal. 35-36

0 comments:
Posting Komentar